Pages

Ngobrol gado-gado

Kamis, 20 Desember 2012

Nikmatnya Berlibur di Togean Island











Pernah dengar tentang Togean Island? Masih sedikit yg tau tentang tempat ini. Tapi tidak dengan turis-turis mancanegara. Bahkan bisa dibilang lebih banyak turis asing mengunjungi pulau ini daripada turis lokal sendiri. Ada beberapa alternatif menuju pulau ini. Melalui Ampana dan juga melalui Gorontalo. Saya akan membahas perjalanan melalui Gorontalo karena selain saya melalu alternatf ini, juga karena saya ingin para turis sebelumnya dapat mengenal Gorontalo terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan ke Togean. Kenapa? Karna saya mencintai kampung saya ini, yang juga tdak kalah indahnya dengan daerah-daerah lain. Dan karena pula untuk saat ini jalur melalui Gorontalo adalah yang terbaik dan paling mudah dijangkau.

Untuk anda yg berasal dari luar daerah, anda bisa menggunakan pesawat terbang untuk ke Gorontalo. Garuda, Batavia, Sriwijaya Air, dan Lion Air membuka rute ke Gorontalo dengan transit Makassar. Dari bandara Djalaludin Gorontalo yang berada du Kabupaten Gorontalo (sekitar 30 Km dari kota Gorontalo. Anda bisa menyeberang ke Pulau Togean melalu pelabuhan Bumbulan di Marisa (5-6 jam menggunakan mobil) atau melalui pelabuhan Ferry yg berada di Leato, kKota Gorontalo.
Adapun jadwalnya untuk masing-masing pelabuhan pulang pergi adalah sebagai berikut :
1. Melalui pelabuahan Ferry Gorontalo
Keberangkatn Gorontalo - Wakai - Ampana tiap hari Jumat dan Senin jam 8 malam. Sedangkan Ampana - Wakai - Gorontalo tiap hari minggu dan Kamis jam 4 sore (dari Wakai).
2. Pelabuhan Bumbulan marisa
Anda bisa menaiki taksi gelap (biasanya berupa mobil avanza atau xenia atau inova) yang biasa ditawarkan oleh bapak-bapak yang berada di pintu kedatangan. Ketika mereka menawarkan "taksi taksi taksi" maka taksi gelaplah yg dimaksud. Untuk sewa ke Marisa, mungkin akan ditawarkan 150-200 ribu, atau alternatif lain apabila kemahalan naiklah dulu ke arah Telaga, biasanya di depan Rido Supermarket ada taksi gelap lain yg menawarkan rute ke Marisa dengan harga 60-70 ribu rupiah. Dari pelabuhan Bumbulan Marisa ke Dolong, biasanya memakan waktu sekitar 5 jam. Namun kalau mau ambil rute ini, jangan lupa untuk menghubungi boat yang akan mengantarkan ke pulau, atau menanyakan ke cottage sewaan apakah mereka menyediakan free boat untuk ke pulau mereka. Jika tidak, anda akan di getok di harga boat charteran yang bisa sejutaan itu. Bagi anda yang mencoba rute ini, bisa mampir di situs Sifa Cottage. Mereka menyediakan free boat dari Dolong ke cottage, asal menghubungi dulu sebelumnya. Ingat, di Dolong tidak ada sinyal hp, jadi anda harus menghubungi sejak masih di pelabuhan Bumbulan. Sedangkan jika anda mengambil rute alternatif melalui pelabuhan ferry di Leato, cukup membayar 50-60 ribu untuk ongkos taksi atau bisa menghubungi saya untuk menjemput dan mengantarkan ke pelabuhan Leato. Jika saya sedang tidak sibuk, tidak berada diluar daerah, atau tidak sedang bekerja, saya bisa melakukannya untuk anda FOR FREE.. Ini wujud kecintaan saya terhadap daerah saya untuk memperkenalkannya ke wisatawan. :)
Nah kelanjutan dari perjalanan saya adalah, hari jumat sekitar jam 7 malam kami sudah standby di pelabuhan ferry Leato. Saya, pacar, dan sahabat saya yang baru datang dari Bogor pagi tadi bersiap dan membeli tiket sharga 63 ribu untuk ke Wakai untuk kelas ekonomi. Sebelum berangkat, kami menenggak obat anti mabuk karena takut mabuk laut, pastinya -______-
Pukul 9 tepat, molor sejam dari jadwal, kapal ferry Tuna Tomini bertolak dari pelabuhan ferry Gorontalo. Tampaknya reaksi obat mulai mempengaruhi kami, tidak lama kemudian kami bertiga tertidur pulas. Ganda dan Andika tidur dilantai kapal dengan beralaskan matras sewaan seharga 5000 sedangkan saya memakai 4 kursi yg berderet dan tidur. Kami tidak 'sadarkan diri' karena pengaruh Antimo obat mabuk (atau mungkin juga karena pengaruh dari pagi sejak Ganda tiba di Gorontalo sampai naik ke ferry kami berjalan-jalan tanpa beristirahat). Hingga tiba pukul 7 pagi, kami mulai melewati pulau-pulau kecil, pertanda sebentar lagi kami akan tiba di Wakai. Diluar dugaan, ternyata kapal sama sekali tidak bergoyang. Dari sejak keberangkatan sampai tiba di Wakai, kami selayaknya naik bus biasa yang mesinnya berisik saja tanpa bergoyang-goyang bikin mabuk. Pukul 9 tepat kapal ferry bersandar di pelabuhan Wakai. Melalui telepon yang tersambung dengan bu Uni (seminggu sebelumnya saya telah mengkonfirmasi kedatangan ke Wakai dan tujuan saya dan akan menggunakan jasa boat sewaan milik bu Uni), beliau ternyata telah menunggu kami di pelabuhan Wakai. Setelah bertemu, bu Uni membawa kami ke pinggir lautan dan menaikkan kami ke perahu milik bapaknya, yang biasa dipanggil Papa Uni. Bu Uni ini berperawakn selayaknya orang Indonesia di pinggiran, namun jangan salah, suaminya adalah seorang bule yang berasal dari Inggris. Bu Uni senang mengobrol, bahasa inggrisnya jangan diragukan lagi. Dari beliau kami tau beberapa cottage-cottage lain beserta harganya. Tapi dia menegaskan pilihan kami untuk menginap di Fadhilah Cottage adalah yang terbaik. :)
Bu Uni tidak ikut mengantar kami ke tempat tujuan kami. Papa Uni yang bertugas untuk itu. Sepanjang perjalanan yang memakan waktu sejam, kami disuguhi pemandangan laut dan pulau yang WOOWWW.. Air laut terus menerus berganti warna dari hijau jamrud, biru Saphire, biru muda, dengan rata-rata kami bisa melihat dasar lautnya yang jernih. Sontak saya bilang ke Ganda, "Gan, ini mah lebih keren dari PhiPhi Island". Jelas saja, gugusab-gugusan pulau-pulau kecil menambah keindahan Pulau Togean ini. Kamera tidak henti-hentinya bekerja, memotret apapun, karena semuanya indah !! Sampai kemudian ada speedboat yang melaju, dan para penunpangnya melambai kepada kami. Perahu yang tadinya tenang karena tidak terbentur oleh sekecilpun ombak, agak sedikit oleng begitu riak dari speedboat itu melewati kami. Tidak berapa lama perahu bersandar di sebuah jembatan, yang dimana salah saty sisinya sudah terparkir boat yang tadi melewatti kami. Hmm... Sepertinya itu milik salah satu tamu. Di jembatan kami disambut oleh 2 pria yang dengan sigap membantu kami, fan mengajak kami ke kafetaria cottage tersebut yang tepat berada diujung jembatan. Kami disambut 3 orang bapak-bapak dan 2 bule wanita, dan dengan senyum ramahnya Pak Djafar, sang pemilik cottage, memperkenalkan dirinya dan meminta kami untuk minum terlebih dahulu di tempat teh dan kopi yang disediakan gratis sepanjang hari. Saya langsung merasa nyaman disini. Senyum tulus dan sapaan ramah owner dan para pekerjanya serta merta bikin kami yakin bahwa ini akan jai liburan yang sangat menyenangkan. Selain kami, dan 5 orang yang duduk berkelompok bersama pak Djafar, 4 orang bule dari Inggris duduk diseberang meja kami. Pun tersenyum bersahabat. Setelah minum teh, dan setelah disuguhi sarapan (yang kesiangan), kami meminta mas Apau untuk mengantarkan kami ke bungalow pesanan kami. Ada beberapa varian harga yang ditawarkan. Semakin nyaman, tentu saja semakin mahal. Harga yang ditawarkan adalah per orang, bukan per malam. Itu berlaku untuk semua cottage-cottage yang berada disini. Untuk tarif 125 ribu /person, berupa 2 bungalow yang di satukan dan mempunyai 1 kamar mandi sharing. 150 ribu untuk 1 bungalow, dan kamar mandi yang terbuka. Dan 200 ribu untuk bungalow dan kamar mandi tertutup. Kami memilih family bungalow, yang terdiri dari 2 bungalow yang disatukan, 2 kamar, dan 2 kamar mandi tertutup. Viewnya? Jangan ditanya.. :)
Setelah mandi dan berkemas, mas Apau mengajak kami untuk makan siang. Yapp, harga sudah termasuk makan 3x sehari. :) (bahkan mungkin 5x karena mereka masih memberi kami makan untuk besok pagi sampai siang saat kami check out).
Pak Djafar menganjurkan kami untuk snorkling sekitar jam 2 siang saat air sedang pasang. Sambil menunggu, kami duduk-duduk di tempat makan sambil menikmati pemandangan pantai, laut, perahu-perahu yang kadang lewat, ikan-ikan kecil yang melompat secara berkelompok, dan burung pelikan yang terbang rendah diatas permukaan air mencari ikan malang yang lagi sial berenang dekat dari jangkauannya.
Tepat pukul 2, mas Is mengajak kamu untuk memilih alat snorkling di bungalow panjang tempat penyimpanan alat snorkling maupun diving, juga pelengkap isi bungalow lainnya. Harga yang ditawarkan sepaket lengkap (masker + snorkle + kaki bebek) adalah 30 ribu. Sedangkan jika hanya memakai masker dan snorkle saja hanya dibebankan sekitar 17.500. Murah kan??
Nah setelah memilih alat yang dirasa cocok, kami dengan buasnya berlari ke dermaga dan turun lewat tangga dermaga. Ganda yang iseng mendorong saya, yang malah membuat paha kanan saya terkilir dan kaki kirinya berdarah ga mau berhenti. Terpksa hari pertama itu saya nyebur dengan memakai jaket pelampung. Huhh...
Puas bermain-main air selama 2 jam, snorkle saya jatuh ke dasar dimana Andika dan Ganda yang sudah berupaya mengambilnya tidak kunjung berhasil. Seorang bule wanita asal iInggris yang sedang snorkling juga ersama pasangannya saat itu menawarkan alat snorklingnya untuk dipakai saya, yang saya tolak dengan halus. Dengan memasang wajah bersalah (dan memelas) saya melaporkan kejadian tersebut kepada pegawai yang bekerja di cottage itu. Anehnya, anak kecil yang menyelam mengambilnya ga sampai 10 detik sudah ada lagi di permukaan dengan alat snorkling berwarna kuning terang ditangan kanannya. Wowww !!!
Setelah mandi bilas, sore itu kami habiskan dengan duduk-duduk direstoran, bertukar senyum dengan penghuni-penghuni lain yang tata-rata bule saat tidak sengaja bertatapan dengan mereka. Sampai tiba waktu makan malam, kami yang lokal dipisahkan dengan prnghuni bule yang makanan mereka tentu saja berbeda dengan. Menu malam itu standar saja, tapi tidak dengan Ganda yang sudah sangat jatuh hati sama dabu-dabu. Dia mampu melahap dabu-dabu sepiring kecil. Di meja untuk para lokal tersebut, selain saya, Dika, dan Ganda, ada pak Anwar dari dinas pariwisata sekaligus asisten diver, Pak Djafar sang pemilik cottage, dua bapak-bapak yang nampaknya juga orang kerja, dan pak Reymond. Yang saya sebut terakhir adalah seorang bapak berumur 58 tahun berambut putih, dan sangat lucu !! Beliau bercerita banyak dengan diselingi guyonan-guyonan yang tak pelak mengundang tawa dari kami semua. Ganda yang sedang mengambil S2 Hukum jur Bisnis yang menjadi sasaran 'kuliah' beliau. Malam itu kami belajar banyak. Pak Reymond yang pandai bercerita dan menanamkan ilmu-ilmu secara tidak langsung pada kami, pamit untuk mancing bersama beberapa rekannya setelah hampir 2 jam mengobrol bersama kami. Kami pun masuk ke Bungalow kami, dan tidur. Jam menunjukkan pukul 9 malam, masih ada waktu 3 jam lagi sebelum lampu dimatikan. Yap, listrik hanya akan sinyalakan menggunakan generatir dari jam 6 sore sampai jam 12 malam. Kami tertidur lelap.
Besok paginya, ternyata saya adalah yang terakhir bangun. Ganda sudah tidak berada ditempat tidurnya, begitupun Dika. Mereka sedang asik duduk direstoran, saya menyusul. Berpapasan dengan beberapa penghuni lain, para bule dengan ramah menyapa saya "Pagi" sambil senyum. Pak Djafar dan Pak Reymond yang kemudian bergabung bersama kami, dengan ceria sambil membawa secangkir kopi juga menyapa kami, "morning". Lucu kan? Semua orang-orang disini begitu ramah. Tidak terkecuali penghuni mancanegara itu. Dari obrolan pagi itu, kami jadi tau bahwa pak Reymond adalah seorang pengurua dewan Maritim. Bahasa Inggrisnya jago, karena S2 dan S3 beliau dari luar negeri. Ilmu dari Pengalaman-pengalaman hidup beliau di ajarkan lagi pada kami, dengan cara yang menyenangkan. Salah satu nasihatnya yang menarik adalah "Jadilah bukan apa-apa. Jadilah NOL." Kami mengerutkan dahi, dan dia tidak memperjelaskannya. Beliau bercerita lagi tentang pengetahuan-pengetahuan, pelajaran-pelajaran, dan masih banyak lagi. Juga humor-humor segarnya. Saya serta merta langsung kagum pada beliau. Beliau tidak menganggap kami sebagai anak-anak, melainkan teman-teman sebayanya. Suatu ketika beliau bertanya, "Siapa yang diver sisini? Atau setidaknya pernah menyelam?". Saya pun tanpa ragu mengacungkan tangan.
"Kenapa kalau mau menyelam, harus kebelakang?" Tanyanya kemudian.
"Karena tabungnya berat, dan biar engga ribet sama bebeknya (yang saya maksud adalah kaki bebek)". Jawab saya dengan segera. Pak Reymond hanya tersenyum.
"Inilah jawaban orang yang ga mau jadi nol. Jawaban tergesa-gesa seperti ini, karena tidak ingin jadi nol-lah yang akan menghancurkan kamu. Kenapa? Pertama, bukan bebek yang kamu maksud, melainkan kaki bebek. Karena tergesa-gesa, kamu tidak sempat menyusun kata-katamy dengan baik. Kedua, jawaban sebenarnya adalah kalo kedepan kami ga menyelam-menyelam juga. Depan itu masih lantai perahu."
"Sebagai orang hukum pada khususnya, dan manusia pada umumnya, sebaiknya dalam menghadapi sebuah masalah jadilah nol. Nol. Rendah hati. Jangan langsung dijawab, melainkan didiamkan terlebih dahulu. Anggap kamu tidak bisa. Jadilah nol. Dan perlahan-lahan kamu tingkatkan nol tersebut. Susun dengn baik, teliti, dan kemudian jadilah besar." Lanjutnya. Kami lama berpikir sebelum akhirnya mengerti maksud beliau. Sesederhana itu. Sayangnya, waktu yang telah menunjukkan pukul 10 pagi memaksa kami untuk segera kembali ke bungalow dan berkemas, karena pukul 11 kami akan kembali ke Wakai dengan sebelumnya mengelilingi pula-pulau sekitar. Setelah pamit ke pemilik cottage beserta karyawan-karyawannya, juga ke penghuni-penghuni cottage lain yang rata-rata bule, kami berberat hati menuju dermaga untuk menaiki boat sewaan kami. Boat seharga 300 ribu itu remcananya sebelum mengantar kamu ke Wakai, akan membawa kamu untuk berenang bersama Jellyfish dulu. Kalau tidak ingin menyewa boat, bisa menggunakan kapal Puspita yang ada di dermaga Katupat tiap jam 7 pagi menuju Wakai. Tidak sampai 5 menit berenang bersama ubur-ubur, kami kembali di bawa ke Karina Beach. Snorkling, dan kemudian makan siang disitu. 2 jam kami di Karina beach, sebelum akhirnya diantar ke Wakai. Kami menelepon bu Uni untuk bisa dikasih tumpangan bilas mandi dan ganti baju, sebelum akhirnya menaiki kapal ferry pukul 3 sore. Kami membeli tiket ekonomi, namun kemudian di atas kapal kami menyewa tempat tidur beralas matras dengan menambah uang sewa 10 ribu rupiah. Lumayaaann... 12 jam perjalanan pun tidak terasa, berangkat pukul 4 sore dan kami tiba pukul 4 pagi, tepat. :)
Ohya, jika anda pemburu sunset, atau pecinta sunset dan ingin melihat sunset di Togean, mungkin bisa menginap di Sunset Beach cottage. Pemiliknya tidak lain adalah ibu Uni sendiri. Jadi bisa langsung bertanya padanya. Jangan lupa memberitahu ibu Uni atau yang berada di Fadhila cottage tentang rekomendasi saya ini ya. Hehehe...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar