Pages

Ngobrol gado-gado

Sabtu, 22 Desember 2012

Mother's Day


Ibu...
Mama...
Emak...
Bunda...
Mami...
Tapi saya memanggilnya "mama". Sosok yang ketika saya menyebutnya, terasa seluruh persendian saya berteriak. Teriak kagum. Teriak bahagia. Teriak mencinta.
Mama, sejak kecil hanya nama itu yang paling sering saya sebut. Seorang wanita yang saya sebut pahlawan dihidup saya. Betapa tidak, mama lah yang memberikan semua hal yang ada pada diri saya. Dari ujung kaki sampai ujung rambut. Dari seluruh organ tubuh sampai semua hal yang saya pakai. Sejak saya kecil, sampai se-besar ini, mama-lah yang mempunyai peran penting dan utama.
Mama, yang adalah seorang single parent, berhasil membesarkan anak-anaknya sendirian. Kami, yang dibesarkan oleh satu orangtua tunggal, tumbuh menjadi sosok yang walaupun tidak membanggakan, setidaknya tidak pula memalukan. Bahkan sebegini tua nya kami, mama masih menganggap kami bocah-bocah kecilnya. Masih saja "menyuapi" kami. Terlebih saya. Mama memberikan segalanya. Mama menyerahkan semuanya. Ketika kecil, sampai kini dewasa, lazimnya anak-anak broken home yang merindukan sosok ayah ataupun sosok ibu, tidak berlaku untuk saya. Saya tumbuh menjadi anak yang tidak pernah merasa iri terhadap orang lain yang mempunyai apa yang tidak saya punyai. Saya hanya tersenyum saat teman-teman saya dengan lugasnya membicarakan soal ayah mereka. Saya pun tersenyum dan berkata dalam hati, "nanti aku akan minta ke mama juga" jikalau ada teman saya yang memamerkan suatu barang miliknya, atau apa yang saya lihat dan saya ingini. Mama, yang semula akan menolak dengan tegas, namun kemudian diam-diam membelikannya untuk saya. Mama, yang semula memarahi saya "Kamu bukan anak konglomerat !!" namun kemudian akan kembali bertanya, "dimana belinya?". Yah, begitulah mama. Dia membebebaskan saya mau ngapain pun, mau kemanapun. Dan kepercayaannya itulah yang sya jaga, sampai detik ini. Tidak ingin wajah yang menyimpan banyak beban itu semakin terbebani oleh kenakalan tidak perlu saya.
Suatu ketika, saya yang kecewa tidak berhasil mendapatkan tandatangan pemberian ijin kuliah di luar negeri dari papa, ngambek dan mogok untuk ga mau lagi melanjutkan sekolah. Mama, yang walaupun saya tahu dengan berat hati, mnyuruh saya kuliah dimanapun yang saya mau. Dan dengan asal saya menjawab, "Bogor". Papa tentu saja tidak setuju saat mendengarnya, tapi mama dengan tega menjawab, "ga usah peduli. Mama yang besarin kamu dari kecil, mama yang biayain kamu." dan dengan girang saya pergi.
Beberapa waktu saya di Bogor, dan tidak pernah sekalipun mama menjawab "tidak ada" ketika saya meminta jajan. Tidak terkontrol. Hampir setiap minggu saya menelepon mama untuk sekedar minta uang jajan, dan selalu disanggupi beliau. Ketika pulang, terasa ada yang janggal dengan penampilan mama. "Mam, perhiasan mama kemana? Biasanya mana kayak toko berjalan aja." tanya saya saat itu.
"Lupa pake, buru-buru jemput kamu". Saya percaya saja. Setiba dirumah, kakak ipar saya lah yang membuka rahasia mama. "Tiap kamu nelpon minta jajan, mama pasti ga tenang kesana kemari. Kakaklah yang selalu bawa perhiasan mama, untuk dijual ataupun sekedar di gadaikan".
Ingin rasanya menangis. Melihat mama yang tidur masih dengan keningnya yang berkerut, menebak-nebak seberat apa beban yang beliau tanggung sampai di tidurpun beliau tidak tenang. Ya Tuhan, berdosa sekali saya. Saya anak yang paling tidak tahu diri. Di Bogor saya bersenang-senang, jajan ini itu, pergi kesana kesini, tidak mau tahu apapun yang saya minta harus ada. Dan mama, tidak pernah sekalipun mengecewakan saya. Mama memegang janjinya. Mama yang dulunya sangat cantik, bertransformasi menjadi wanita paruh baya yang kelihaan lebih tua daripada umurnya. Mama sulit tidur kalo malam, dan saya sekarang tahu penyebabnya adalah bebannya yang begitu sangat berat. Mama adalah orang yang rela mengiorbankan dirinya untuk orang lain. Bukan hanya untuk anak-anaknya, bahkan untuk orang yang bukan keluarganya. Mama selalu tersenyum ke semua orang. Saya ingin sekali seperti beliau, tapi itu tidaklah mungkin. Beliau terlalu besar jiwanya, terlalu tulus dan murni hatinya. Setidaknya, saya mengikuti satu jejak dari mama, tersenyum kepada siapapun orang. Untuk beliau, saya menyadari tidak akan pernah sedikitpun bisa membalas apa yang sudah beliau kasih. Nyawapun tidak. Mama adalah kaki yang saya gunakan untuk tetap bisa berjalan. Mama adalah nafas yang saya gunakan untuk tetap bisa hidup. Mama adalah jiwa yang saya gunakan untuk tetap normal dan tidak sakit. Mama, adalah darah dan jantung yang tanpanya semua organ saya tidak dapat berfungsi lagi.
Happy mother's day, Mom. You are the best Mom in the world. I Love You so much.
"Sebenarnya, ada 3 hal yang saya ingat saat masih kecil, saat kejadian pisahnya keluarga kita. 2 hal lain mama pasti sudah tau. Tapi ada satu hal yang mama tidak tau, atau mungkin mama lupa. Saat dimana mama berkata kepada seorang gadis kecil, aku, "Kamu tidak akan pernah merindukan sosok papa, karena mama akan menjadi mama sekaligus papa buat kamu." Terima kasih, mom. Untuk apa yang sudah engkau kasih."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar